|
Menghitung Pembebanan Biaya |
Menghitung pembebanan biaya merupakan salah satu proses penting dalam akuntansi untuk menentukan biaya produksi atau biaya operasional suatu entitas. Proses ini melibatkan pengelompokkan dan alokasi biaya yang terkait dengan produksi atau operasional entitas secara proporsional, sehingga dapat memberikan informasi yang akurat tentang biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu produk atau menyediakan layanan tertentu.
Pengetahuan yang diperlukan dalam menghitung pembebanan biaya adalah sebagai berikut:
Kegiatan perusahaan industri manufaktur terdiri dari pembelian bahan baku, proses produksi, dan penjualan barang jadi. Ada 2 sistem pencatatan akuntansi yang dapat digunakan untuk menghitung biaya produksi yaitu sistem fisik dan sistem terus menerus.
1. Sistem Fisik
Dalam sistem fisik (periodik), penghitungan biaya produksi dilakukan secara periodik dengan melakukan pemeriksaan dan penghitungan persediaan bahan langsung, bahan penolong, barang dalam proses, dan barang jadi pada akhir periode. Sistem ini tidak melakukan pengumpulan biaya produksi secara khusus. Oleh sebab itu, perusahaan manufaktur berdasarkan pesanan yang menggunakan sistem ini tidak menerapkan akuntansi biaya. Untuk memahami penerapan sistem akuntansi fisik pada perusahaan manufaktur, perhatikan contoh berikut.
Contoh
Berikut adalah data persediaan pada PT Gemintang (bukan PKP) bulan Januari 2012, dengan pencatatan menggunakan sistem pencatatan fisik.
1. Data persediaan 1 Januari 2012
Bahan baku Rp. 41.500.000
Barang dalam proses Rp. 33.750.000
Barang jadi Rp. 32.400.000
2. Transaksi yang terjadi selama bulan Januari 2012
Pembelian bahan baku Rp. 124.500.000
Syarat pembayaran 2/10, n/30
3. Pembayaran gaji dan upah langsung Rp. 33.250.000
Pembayaran gaji dan upah tak langsung Rp. 2.400.000
Biaya produksi tak langsung Rp. 39.000.000
4. Data persediaan 31 Januari 2012
Bahan baku Rp. 37.500.000
Barang dalam proses Rp. 30.750.000
Barang jadi Rp. 29.500.000
Diminta:
Buatlah jurnal untuk mencatat data tersebut.
Jawab:
a. Pembelian bahan baku
Pada waktu terjadi pembelian bahan baku, dicatat dengan jurnal:
Pembelian bahan baku Rp. 124.500.000
Kas Rp. 124.500.000
b. Pemakaian bahan baku
Pemakaian bahan baku untuk proses produksi tidak perlu dijurnal, sehingga tidak perlu dicatat dalam akun buku besar. Tetapi untuk mengetahui jumlah pemakaian bahan baku dapat dihitung sebagai berikut:
Persediaan bahan baku awal Rp. 41.500.000
Pembelian bahan baku bersih Rp. 124.500.000
Jumlah bahan baku siap diproduksi Rp. 166.000.000
Persediaan bahan baku (akhir) Rp. 37.500.000
Jumlah pemakaian bahan baku Rp. 128.500.000
c. Persediaan bahan baku awal
Bila pada awal periode akuntansi terdapat saldo awal persediaan bahan baku, pada akhir periode saldo tersebut dipindahkan ke akun Ikhtisar
Produksi melalui jurnal penyesuaian:
Ikhtisar produksi Rp. 41.500.000
Persediaan bahan baku Rp. 41.500.000
d. Persediaan bahan baku akhir
Bila pada akhir periode akuntansi terdapat persediaan bahan baku yang nilainya bisa diketahui atas dasar inventarisasi stock secara fisik, pada akhir periode akuntansi nilai persediaan tersebut dipindahakan ke akun Ikhtisar
Produksi melalui jurnal penyesuaian:
Persed
iaan bahan baku Rp. 37.500.000
Ikhtisar Produksi Rp. 37.500.000
e. Biaya tenaga kerja langsung
Pembayaran biaya tenaga kerja langsung dicatat pada kolom debet. Pada akhir periode akuntansi, biaya tenaga kerja langsung dipindahkan ke akun
Ikhtisar Produksi melalui jurnal penutup:
Ikhtisar Produksi Rp. 33.250.000
Biaya tenaga kerja langsung Rp. 33.250.000
f. Biaya produksi tak langsung lainnya
Biaya produksi tak langsung lainnya adalah biaya-biaya yang terjadi di pabrik selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Biayabiaya tersebut antara lain: biaya bahan penolong, biaya listrik, biaya penyusutan mesin, dan biaya asuransi pabrik.
Bila sudah terjadi, biaya-biaya tersebut dikumpulkan dalam akun Biaya Produksi Tak Langsung atau dikumpulkan pada masing-masing jenis biaya produksi tak langsung. Pada akhir periode akuntansi, biaya produksi tak langsung lainnya dipindahkan ke akun ikhtisar produksi melalui jurnal penutup:
Ikhtisar Produksi Rp.xxxxx
Biaya Bahan Penolong Rp.xxxxx
Biaya Penyusutan Mesin Rp.xxxxx
Biaya Asuransi Pabrik Rp.xxxxx
Tetapi, bila biaya produksi tak langsung tersebut (pada waktu terjadi biaya) sudah dicatat dalam akun biaya produksi tak langsung, maka jurnal penutup yang harus dibuat adalah sebagai berikut:
Ikhtisar Produksi Rp. 39.000.000
Biaya produksi tak langsung Rp. 39.000.000
g. Barang dalam proses
Jika pada awal periode akuntansi terdapat saldo awal akun barang dalam proses disebelah debet, pada akhir periode akuntansi saldo tersebut dipindahkan ke akun ikhtisar produksi melalui jurnal penyesuaian sebagai berikut:
Ikhtisar produksi Rp. 33.750.000
Persediaan barang dalam proses Rp. 33.750.000
Bila pada akhir periode akuntansi (setelah diadakan inventarisasi stok secara fisik) ternyata terdapat persediaan barang dalam proses akhir, maka persediaan barang dalam proses akhir tersebut dipindahkan ke akun ikhtisar produksi melalui jurnal penyesuaian sebagai berikut:
Persediaan barang dalam proses Rp. 30.750.000
Ikhtisar Produksi Rp. 30.750.000
h. Produk Jadi
Produk yang telah selesai dikerjakan dan dipindahkan ke gudang, tidak perlu dijurnal. Hal ini disebabkan karena saat terjadi biaya produksi, biaya tersebut sudah dikumpulkan dalam akun Ikhtisar Produksi.
i. Penjualan produk jadi
Produk yang telah siap dijual harus dicatat pada jurnal dengan mendebet akun kas/piutang dagang serta mengkredit akun penjualan dan akun PPN Keluaran melalui jurnal sebagai berikut:
Kas/piutang dagang Rp.xxxxx
Penjualan Rp.xxxxx
PPN Keluaran (10%) Rp.xxxxx
baca juga : Menganalisis Informasi Biaya Relevan
2. Sistem Terus Menerus
Dalam sistem terus menerus (perpetual), perhitungan biaya produksi dilakukan secara terus menerus sehingga biaya produksi yang terjadi dapat diketahui setiap saat. Perubahan atas pembelian maupun pemakaian persediaan bahan baku, bahan penolong, barang dalam proses, dan barang jadi dicatat terus menerus dan selalu menunjukkan posisi terakhir. Perusahaan yang menggunakan sistem perpetual dapat dikatakan telah menerapkan akuntansi biaya. Sesuai dengan kegiatan perusahaan manufaktur yang telah disebutkan sebelumnya, proses akuntansi biaya pada perusahaan manufaktur adalah sebagai berikut:
A. Akuntansi pembelian bahan baku
Pada saat pembelian bahan baku, dicatat dalam jurnal umum dengan mendebet akun persediaan bahan baku dan mengkredit akun utang dagang (bila pembelian secara kredit) atau kas (bila pembelian secara tunai), dan akun PPN masukan. Bentuk jurnalnya sebagai berikut:
Persediaan bahan baku Rp.xxxxx
Utang dagang/kas Rp.xxxxx
PPN Masukan (10%) Rp.xxxxx
Jika pembelian bahan baku sering dilakukan, transaksi atas pembelian bahan baku sebaiknya dibuatkan jurnal khusus.
Contoh
Berikut adalah data persediaan pada PT. Siomi pada bulan Januari 2012.
a. Data persediaan 1 Januari 2012
Bahan baku Rp. 41.500.000
Barang dalam proses Rp. 33.750.000
Barang jadi Rp. 32.400.000
b. Transaksi yang terjadi selama bulan Januari 2012
Pembelian bahan baku Rp. 124.500.000
Syarat pembayaran 2/10, n/30
c. Pembayaran gaji dan upah langsung Rp. 33.250.000
Pembayaran gaji dan upah tak langsung Rp. 2.400.000
d. Data persediaan 31 Januari 2012
Bahan baku Rp. 37.500.000
Barang dalam proses Rp. 30.750.000
Barang jadi Rp. 29.500.000
Diminta:
Buatlah jurnal atas pembelian bahan baku.
Jawab:
Persediaan bahan baku Rp. 136.950.000
Kas Rp.124.500.000
PPN Masukan (10%) Rp. 12.450.000
B. Retur pembelian bahan baku
Retur pembelian bahan baku dilakukan bila sebagian bahan baku yang sudah dibeli ternyata tidak sesuai dengan pesanan/rusak sehingga harus dikembalikan. Jika terjadi hal yang demikian, dicatat melalui jurnal dengan mendebet akun kas/utang dagang serta mengkredit akun persediaan bahan baku dan PPN masukan sebesar bahan baku yang dikembalikan. Bentuk jurnalnya adalah sebagai berikut:
Kas/utang dagang Rp.xxxxx
Persediaan bahan baku Rp.xxxxx
PPN masukan Rp.xxxxx
C. Akuntansi pemakaian bahan baku
Akuntansi pemakaian bahan baku dipergunakan bila bahan baku yang dibeli akan digunakan dalam pembuatan produk. Hal yang demikian dicatat melalui jurnal dengan mendebet akun biaya dalam proses (BDP) – biaya bahan baku (BBB) dan mengkredit akun persediaan bahan baku sebesar bahan baku yang dicapai.
Berdasarkan data pada PT. Siomi di atas, pencatatan akuntansi pemakaian bahan baku adalah sebagai berikut:
BDP-BBB Rp. 128.500.000
Persediaan bahan baku Rp. 128.500.000
D. Akuntansi biaya tenaga kerja langsung
Terjadinya pembayaran biaya tenaga kerja langsung selama proses produksi dikumpulkan dalam akun barang dalam proses (BDP) – biaya tenaga kerja langsung (BTKL). Untuk mengetahui besarnya biaya tenaga kerja, bisa dilihat dari catatan daftar upah dan gaji pada periode tertentu (misalnya setiap 1 minggu), kemudian dicatat dengan jurnal sebagai berikut:
Gaji dan upah Rp. xxxxx
Utang gaji dan upah Rp. xxxxx
Gaji dan upah tersebut bila dibayar harus dicatat dengan jurnal sebagai berikut:
Utang gaji dan upah Rp. xxxxx
Kas Rp. xxxxx
Utang PPH Ps. 21 (5%) Rp. xxxxx
Gaji dan upah yang sudah dibayar menjadi beban produksi dicatat dengan mendebet akun barang dalam proses (BDP) – biaya tenaga kerja langsung(BTKL) dan mengkredit akun gaji dan upah.
BDP – BTKL Rp.xxxxx
Gaji dan upah Rp. xxxxx
Contoh
Berikut data biaya produksi PT. Denta tahun 2012
Dibayar biaya produksi:
Biaya tenaga k
erja langsung Rp. 33.250.000
Biaya tenaga kerja tak langsung Rp. 6.500.000
Berbagai macam biaya produksi tak langsung Rp. 32.500.000
Diminta:
Buatlah jurnal untuk mencatat biaya tenaga kerja langsung.
Jawab:
Gaji dan upah Rp.33.250.000
Utang gaji dan upah Rp. 33.250.000
Utang gaji dan upah Rp. 33.250.000
Kas Rp. 31.587.500
Utang PPh pasal 21 (5%) Rp. 1.662.500
Gaji dan upah yang sudah dibayar menjadi beban produksi, dan dicatat dengan jurnal barang dalam proses – biaya tenaga kerja langsung.
BDP – BTKL Rp. 33.250.000
Gaji dan upah Rp. 33.250.000
E. Akuntansi biaya produksi tak langsung/ biaya overhead pabrik (BOP)
Pemakaian biaya produksi tak langsung digunakan pada:
- Upah tak langsung
- Pemakaian bahan penolong
- Biaya penyusutan mesin
- Biaya penyusutan gedung pabrik dan lain-lain
Sebelum dibebankan kepada produk, biaya-biaya tersebut dikumpulkan dan dicatat pada akun Biaya Overhead Pabrik (BOP). Dengan demikian, biaya produksi tak langsung yang sesungguhnya terjadi akan merupakan elemen harga pokok produksi.
Biaya produksi tak langsung yang sesungguhnya dicatat dalam jurnal dengan mendebet akun Biaya Overhead Pabrik dan mengkredit akun Berbagai Akun Dikredit (bila unsur biaya produksi tak langsung tidak diketahui jenisnya). Tetapi jika BOP yang sesungguhnya diketahui jenisnya, maka jurnal dibuat dengan mendebet akun BOP dan mengkredit setiap jenis BOP tersebut.
a. Bila jenis BOP tidak diketahui, jurnalnya adalah sebagai berikut:
BOP Rp. xxxxx
Berbagai akun dikredit Rp. xxxxx
b. Bila setiap jenis BOP diketahui dari:
1) Biaya bahan penolong
2) Biaya penyusutan gedung pabrik
3) Biaya penyusutan mesin
4) Biaya asuransi gedung pabrik
Bentuk jurnalnya adalah:
BOP Rp. xxxxx
Biaya bahan penolong Rp. xxxxx
Biaya penyusutan gedung pabrik Rp. xxxxx
Biaya penyusutan mesin Rp. xxxxx
Biaya asuransi gedung pabrik Rp. xxxxx
Contoh
Berdasarkan data biaya produksi PT. Denta, jurnal bila BOP dibebankan
kepada produk adalah sebagai berikut:
BDP-BOP Rp. 39.000.000
BOP yang dibebankan Rp. 39.000.000
F. Akuntansi produk jadi
Produk yang sudah selesai diproses dipindahkan ke gudang produk jadi. Pemindahan produk jadi dari bagian produksi ke bagian gudang produk jadi harus dicatat dengan jurnal sebagai berikut:
Persediaan produk jadi Rp. xxxxx
BDP – BBB Rp. xxxxx
BDP – BTK Rp. xxxxx
BDP – BOP Rp. xxxxx
Terkadang pada akhir periode akuntansi terdapat produk yang belum selesai (masih dalam proses). Produk yang masih dalam proses pada akhir periode merupakan persediaan produk dalam proses akhir. Persediaan produk dalam proses akhir harus dicatat dengan jurnal sebagai berikut:
Persediaan barang dalam proses Rp. xxxxx
BDP – BBB Rp. xxxxx
BDP – BTKL Rp. xxxxx
BDP – BOP Rp. xxxxx
G. Akuntansi Penjualan Produk Jadi
Penjualan produk jadi dicatat dengan mendebet akun kas (bila penjualan dilakukan secara tunai) atau piutang dagang (bila penjualan dilakukan secara kredit), dan mengkredit akun penjualan. Dengan dijualnya produk jadi, berarti persediaan produk jadi berkurang. Produk jadi yang dijual harus diketahui berapa harga pokoknya. Untuk mengetahui harga pokok produk jadi yang dijual, dapat diketahui dengan perhitungan sebagai berikut:
Persediaan produk jadi (awal) Rp.xxxxx
Harga pokok produksi Rp.xxxxx
Jumlah produk jadi siap dijual Rp.xxxxx
Persediaan produk jadi (akhir) Rp.xxxxx –
Harga pokok produk jadi Rp.xxxxx
Produk jadi yang sudah laku dijual, dicatat dengan jurnal sebagai berikut:
Kas/piutang dagang Rp.xxxxx
Penjualan Rp.xxxxx
Harga pokok penjualan Rp.xxxxx
Persediaan produk jadi Rp.xxxxx
Contoh
Berikut adalah data PT. Gojigo yang menggunakan sistem perpetual:
a. Data persediaan 1 Januari 2012
Bahan baku Rp. 85.000.000
Barang dalam proses Rp. 57.000.000
Produk jadi Rp. 45.500.000
b. Transaksi yang terjadi selama bulan Januari 2012
- Dibeli bahan seharga Rp. 250.000.000 ditambah PPN 10% dengan syarat pembayaran 3/10, n/60.
- Dikembalikan bahan yang dibeli seharga Rp. 5.000.000 (belum ditambah PPN 10%) karena tidak sesuai pesanan.
- Dibayar biaya angkut pembelian sebesar Rp. 1.000.000
- Dibayar sebagaian utang atas pembelian bahan sebesar Rp. 75.000.000 dengan mendapat potongan 3%.
- Dibayar biaya produksi selama bulan Januari 2011:
Biaya tenaga kerja langsung Rp. 45.000.000
Biaya tenaga kerja tak langsung Rp. 2.500.000
- Dibayar biaya produksi tak langsung bulan Januari 2011:
Biaya listrik Rp. 1.500.000
Biaya reparasi mesin Rp. 1.250.000
Biaya asuransi pabrik yang menjadi beban bulan Januari 2011 sebesar
Rp. 2.000.000. pada saat membayar dicatat sebagai asuransi dibayar dimuka.
Penyusutan gedung pabrik Rp. 3.000.000
Penyusutan mesin Rp. 4.000.000
c. Pada tanggal 31 Januari 2012 terdapat persediaan:
Bahan baku Rp. 70.000.000
Barang dalam proses Rp. 50.000.000
Produk jadi Rp. 55.000.000
Diminta:
a. Buatlah jurnal atas transaksi selama bulan Januari 2012
b. Buatlah jurnal pembebanan biaya produksi, jika BOP yang dibebankan sebesar 25% dari BTKL
Jawab:
a. Jurnal untuk bulan Januari 2012
b. Jurnal pembebanan biaya produksi
1) BDP-Biaya Bahan Baku Rp. 139.700.000
Persediaan bahan baku Rp. 139.700.000
Catatan: asumsi pemakaian bahan baku sebesar Rp. 139.700.000
2) BDP-Biaya tenaga kerja Rp. 45.000.000
Gaji dan upah Rp. 45.000.000
3) Biaya overhead pabrik
Rp. 14.250.000
Gaji dan upah tak langsung Rp. 2.500.000
Biaya asuransi pabrik Rp. 2.000.000
Penyusutan gedung pabrik Rp. 3.000.000
Penyusutan mesin Rp. 4.000.000
Biaya listrik Rp. 1.500.000
Biaya reparasi mesin Rp. 1.250.000
BDP-BOP Rp. 14.250.000
BOP dibebankan Rp. 14.250.000
BOP dibebankan Rp. 14.250.000
BOP sesungguhnya Rp. 14.250.000
4) Persediaan produk jadi Rp. 198.950.000
BDP-BBB Rp. 139.700.000
BDP-BTKL Rp. 45.000.000
BDP-BOP Rp. 14.250.000
baca juga : Mengkompilasi Biaya produk
Keterampilan yang dilakukan dalam menghitung pembebanan biaya adalah sebagai berikut:
- Menghitung pembebanan biaya produksi kepada produk
- Menyiapkan jurnal pembebanan biaya
Sikap yang harus dilakukan waktu menghitung pembebanan biaya yaitu:
Harus bersikap cermat, teliti dan taat asas waktu menghitung pembebanan biaya produksi kepada produk dan menyiapkan jurnal pembebanan biaya.
Kesimpulan
Secara singkat, menghitung pembebanan biaya adalah proses akuntansi untuk menentukan biaya produksi atau operasional suatu entitas dengan melakukan pengelompokan dan alokasi biaya yang terkait dengan produksi atau operasional secara proporsional. Proses ini sangat penting untuk mengetahui biaya produksi atau operasional entitas, yang akan menjadi dasar dalam menentukan harga jual produk atau layanan. Oleh karena itu, penting bagi pelaku bisnis untuk memahami dan melaksanakan proses penghitungan pembebanan biaya dengan benar dan akurat guna memastikan keberhasilan dan keberlanjutan usaha.